A Small Promise

I will continue writing on this blog either in English, French, Korean, or Japanese.

I really want to master those four languages, at least reaching mid-level on all of them, before I hit 35.

Feel free to whack me around if I ever break this promise.

It’s official

Yorushika (ヨルシカ) has been on my playlist for a while but they just really become my most favorite artist.

Nobody else comes close.

The music, the vocals, the lyrics of their songs, and the overall vibe of their works which always radiate this strange acceptance of sadness and the will to keep moving forward? I love all of those.

I hope they will be getting more successful and can keep releasing more songs like this in the future.

Wafel Cokelat dan Patung Buang Air Kecil di Brussels

Musim dingin telah tiba di Eropa sejak pertengahan November. Namun, baru di Brussels aku benar-benar merasakan dampak yang dibawanya. Bertolak dari Luxembourg yang relatif hangat dan cerah, aku disambut di Brussels, ibukota Belgia, dengan udara yang dingin membeku. Langit diselubungi oleh awan kelabu, angin bertiup cukup kencang hingga membuat seorang pengendara sepeda nyaris kehilangan keseimbangannya dan harus berpegangan pada tiang lampu rambu lalu lintas, dan orang-orang berjalan kaki dengan cepat, merundukkan kepala serta memasukkan tangan ke saku mereka masing-masing.

Continue reading

Naik-Turun Lembah di Luxembourg

Lebih dari dua minggu lalu, ujian akhir semester saya di Perancis akhirnya selesai. Setelah berhari-hari hanya tidur beberapa jam demi belajar, mengonsumsi kopi bergalon-galon, dan datang ke kampus dengan mata merah, liburan natal dan tahun baru akhirnya tiba. Saya pun melakukan sesuatu yang sudah saya rencanakan sejak lama: mengemasi pakaian, alat mandi, celana training, dan pakaian dalam secukupnya ke dalam tas carrier dan berangkat meninggalkan asrama. Dengan menggunakan kereta TER yang berangkat dari Gare de Nancy, saya memulai perjalanan saya traveling keliling Eropa.

Continue reading

Jalan Kaki ke Eiffel

Apabila kita ibaratkan sebuah kota sebagai sesosok makhluk hidup, tak bisa dipungkiri bahwa kita, para manusia, merupakan penyuplai tenaganya. Hal itu kusadari di Paris, Sang Kota Cahaya, saat aku berkunjung ke sana. Ribuan orang bergerak keluar-masuk kereta bawah tanah bagaikan darah yang keluar masuk pembuluh. Lebih banyak lagi dari mereka yang bergerak, bersama-sama, di kanan-kiri trotoar yang lebar, diiringi dengan bunyi berbagai jenis kendaraan bermotor. Dan, hari itu, bagai sesosok raksasa, Paris menjulang di hadapanku dengan mengancam, memamerkan taring-taringnya.

Namun, bagai singa yang menguasai rimba, ia juga memikatku dengan keindahannya, keunikannya, dan sejarahnya.

Continue reading